Dua
minggu yang lalu Anto tidak masuk kantor karena masuk angin. Anto penasaran apa
sih sebenarnya penyebab dari masuk angin. Setelah kembali masuk kantor, Anto
mencari artikel di internet yang berhubungan dengan mengatasi/mengobati masuk
angin. Setelah browsing ke beberapa situs, Anto menemukan bahwa istilah “masuk
angin” itu tidak dikenal di dunia kedokteran dan sebenarnya masuk angin itu
dikarenakan pembuluh darah halus kita menyempit (biasanya karena kedinginan)
yang berakibat pada tidak lancarnya aliran darah.
SETELAH
membaca di website tersebut, Anto mengambil kesimpulan kalau pada intinya kita
tidak harus kerokan/kerikan untuk mengobati/mengatasi masuk angin. Cara lainnya
yaitu cukup menghangatkan badan kita. Malam harinya Anto mencoba untuk
mempraktekkan apa yang ditulis artikel tadi dengan mengoleskan balsem ke
punggung dan dada. Memang, rasanya panas sekali. Dan, tebak apa yang terjadi
keesokan harinya? Badan kembali segar seperti semula. Percobaan berhasil.
Tetapi yang sering terdengar di masyarakat, orang masuk angin atau tidak enak
badan, kalau belum kerokan rasanya belum plong. Banyak orang yang merasa harus
kerokan bila badannya terasa tidak enak, meriang, pegal-pegal, atau mau flu.
Kerokan dilakukan dengan menekan dan menggeserkan benda tumpul (biasanya dengan
koin) ke permukaan kulit, bisa di punggung, leher belakang, dada atau lengan
atas. Kerokan sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, bahkan merupakan suatu
budaya. Berbagai mitos sering kita dengar mengenai kerokan. Kendati demikian,
banyak orang yang tidak mengetahui apa sebenarnya kerokan itu, bagaimana cara
kerjanya, apakah kerokan memang bisa mengobati masuk angin, dan sebagainya.
Betulkah kerokan hanya ada di Indonesia? Tidak benar. Kerokan merupakan suatu
pengobatan alternatif yang dikenal sejak ratusan tahun lalu di negara-negara
Asia. Masyarakat Vietnam menyebut pengobatan ini cao gio, di Kamboja dijuluki
goh kyol (rubbing the wind), dan di China dikenal sebagai gua sua (menggunakan
batu jade sebagai pengerok). Tetapi apakah kerokan memang dapat mengeluarkan
angin dari dalam tubuh? Istilah masuk angin sebenarnya bisa merupakan gejala
awal common cold atau penyakit infeksi lainnya. Orang awam sering beranggapan
angin tersebut harus dikeluarkan dari dalam tubuh, antara lain dengan kerokan.
Hal ini tidak tepat karena memang bukan angin yang menyebabkan rasa tidak enak
badan, demam, pegal-pegal, sakit kepala, atau batuk pilek.
Lalu bagaimana sebenarnya cara kerja kerokan ini? Pada proses kerokan, terjadi
suatu reaksi inflamasi atau radang. Akibatnya terjadi pelebaran pembuluh darah
dan pengeluaran mediator inflamasi. Aliran darah menjadi lancar jika dikerok
atau dipijat sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi yang tersedia untuk
jaringan otot. Zat-zat yang menyebabkan rasa pegal dapat segera dibawa aliran
darah untuk dibuang atau dinetralkan. Selain itu, juga terjadi rangsangan pada
keratinosit dan endotel (lapisan paling dalam pembuluh darah) yang akan
bereaksi dengan munculnya propiomelanokortin (POMC). Zat ini merupakan
polipeptida yang kemudian akan dipecah dengan hasil akhir salah satunya adalah
beta endorfin.
Pasca kerokan didapatkan peningkatan IL-1 beta, Clq, dan beta endorfin,
sementara kadar C3 dan PGE2 justru turun. Penyebab rasa nyeri adalah PGE2
sehingga jika kadar PGE2 diturunkan maka nyeri akan berkurang. Hasil ini
menyebabkan berkurangnya nyeri otot, badan terasa segar dan nyaman. Inflamasi
yang ditimbulkan selain meredakan nyeri otot juga akan memicu reaksi
kardiovaskuler. Tandanya adalah peningkatan temperatur tubuh secara ringan,
antara 0,5-1oC. Makanya setelah dikerok, badan kita terasa lebih hangat.
Namun demikian, kerokan harus dilakukan dengan benar agar tidak menyebabkan
rasa sakit. Para ahli akupunktur berpendapat bahwa saat terjadi pemijatan,
sebaiknya alat kerok melewati titik akupunktur agar urat saraf motorik
terangsang, sehingga pada akhirnya memperlancar sirkulasi darah. Cara kerokan
yang dianjurkan adalah tegak lurus sejajar dengan tulang belakang menyamping,
lalu sejajar dengan bahu. Alat kerokan biasanya menggunakan uang logam, koin,
atau alat bantu khusus kerokan. Alat-alat tersebut wajib tumpul supaya tidak
melukai kulit. Lalu dibantu dengan minyak yang fungsinya selain menghangatkan
juga untuk melicinkan proses kerokan, sehingga menghindari terjadinya kulit
lecet. Cara mengerok juga tidak boleh terlalu keras karena akan menimbulkan
rasa tidak nyaman dan bisa melukai kulit.
Bolehkan setiap orang melakukan kerokan? Ada beberapa kondisi di mana seseorang
dianjurkan tidak melakukan kerokan, antara lain orang dengan kondisi kulit
tidak sehat (misalnya eksim, kulit terbakar, jerawat, infeksi bakteri atau
jamur). Kerokan pada daerah tersebut justru akan memperparah infeksi atau
peradangan. Penderita diabetes mellitus juga sebaiknya menghindari kerokan.
Alasannya, bila terjadi luka atau lecet, luka tersebut bisa menjadi sulit
disembuhkan. Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan atau memiliki gangguan
pembekuan darah sebaiknya juga tidak melakukan kerokan. Pengerokan yang terlalu
dalam dapat mengakibatkan perdarahan di bawah kulit. Kerokan juga sebaiknya
tidak dilakukan pada anak kecil karena kulitnya masih tipis dan lunak, dan
pembuluh darahnya lebih kecil.
Dan yang perlu diperhatikan, sehabis kerokan sebaiknya tidak mandi karena
pori-pori kulit dalam kondisi terbuka. Lebih baik seka dengan lap basah yang
dicelupkan pada air hangat lalu diperas. Badan akan terasa lebih nyaman jika
Anda minum sesuatu yang hangat, makan sup hangat, dan memakai baju
hangat/selimut.
Jadi, kerokan boleh-boleh saja dilakukan bila Anda merasa tidak enak badan,
namun jangan terlena, jika gejala tak juga mereda sebaiknya konsultasikan
dengan dokter. Kerokan merupakan upaya mengusir masuk angin dengan peningkatan
panas, dan bukan mengeluarkan angin lewat pori-pori kulit. Bagi masyarakat
awam, memang kerokan sering dipahami sebagai cara "mengeluarkan
angin". Padahal, angin atau udara tak pernah keluar lewat pori-pori,
melainkan hanya bisa masuk atau keluar lewat organ pernapasan dan pencernaan.
Walaupun sampai saat ini belum ditemukan efek samping kerokan, tetapi yang
jelas, cara ini bisa menimbulkan ketagihan. Kalau jaringan kulit dikerok, akan
timbul reaksi jaringan. Bisa reaksi lokal, atau yang bersifat neural (saraf).
Reaksi lokal terlihat langsung, misalnya warna merahnya kulit. Kerokan dengan
intensitas kuat dan frekuensi rendah mengenai titik-titik saraf yang
berhubungan dengan otak sehingga organ ini menyekresikan hormon endomorfin
(B-endorfin, dinorfin, dan enkepalin).
B-endorfin menimbulkan rasa nyaman karena ia berfungsi mengendalikan rasa
nyeri. Adanya zat-zat itu dalam darah menyebabkan penderita merasa lebih bugar.
B-endorfin juga merangsang organ viscera, terutama paru-paru dan jantung,
sehingga penderita bisa bernapas lebih lega, serta peredaran darahnya jadi
lebih baik.
Kemungkinan, penyebab ketagihan pada kerokan adalah zat morfin (endorfin).
Padahal, tujuan tubuh mengeluarkan zat morfin hanya untuk reaksi lokal. Karena
kebiasaan, penderita pun jadi ketagihan. Nah, masih ingin bertahan dengan cara
tradisional ini? Kalau begitu, kerok saja!